Hasil Wawancara dengan Pengusaha produk perlindungan tanaman mengemukakan bahwa mereka tidak hanya mengeluarkan produk seperti pestisida, tetapi mereka juga mengeluarkan produk berupa musuh alami, parasitoid, dll. Pembuatan pestisida sintetik tidak dilepas begitu saja, tetapi pengembangannya harus sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Parasitoid untuk mencapai standar nasional masih dalam tahap pengembangan karena teknologi yang masih kurang dan sistem pemasaran yang belum memadai. Peneliti memiliki tugas untuk verifikasi dari parasitoid tersebut.
Hasil Wawancara denganPemerintah (birokrasi) memiliki peraturan yang mangatur tentang jalannya pertanian di Indonesia. Pertanian di sistem birokrasi Indonesia terdiri dari : balai karantina, dirjen pertanian, direktorat perlindungan tanaman, balai-balai, dinas pertanian, laboratorium penelitian pertanian. Jika produk yang dikeluarkan oleh pengusaha belum memiliki sertifikasi, maka pemerintah akan mengeluarkan statement bahwa produk tersebut belum boleh dipakai sebelum lulus uji laboratorium dan uji lapangan pada beberapa daerah.
Dahulu pemerintah memiliki program SLPHT yang tidak dilanjutkan, padahal program tersebut adalah program yang lebih baik daripada penyuluhan. SLPHT mengajarkan petani untuk berpikir lebih maju dan mandiri untuk menentukan pertanian bagi mereka sendiri yang dapat memberikan keuntungan baik bagi petani maupun pemerintah. Penyuluh pertanian dalam pekerjaannya harus bersifat LAKU (Latihan dan kunjungan). Petani yang maju saat ini adalah petani yang berpikiran mandiri dan tidak tergantung dari program pemerintah. Saat ini banyak petani yang memberi subsidi pada konglomerat karena para petani tersebut terikat ‘kontrak‘ dengan konglomerat. Salah satu program pemerintah adalah petani membuat kelompok agrobisnis yang diberi modal sebesar Rp.30.000.000,- perkelompok, tetapi dari 20 kelompok hanya satu kelompok yang bertahan. Dalam program tersebut pemerintah harus memberikan bimbingan dan pengawasan agar tidak diselewengkan. Petani juga harus dididik agar mereka tidak menggunakan uang dari program tersebut untuk hal-hal lain selain dari tujuan program. Yang menjadi kendala utama dari petani adalah modal.
Hasil Wawancara dengan Pengusaha Jasa perlindungan tanaman memberikan kontribusi bagi pengusaha produk perlindungan tanaman. Secara tidak langsung, pengusaha jasa tidak begitu menguntungkan petani. Lahan Pertanian sekarang mulai sempit karena banyak dibangun lahan perumahan. Satu pihak menyalahkan petani yang menjual lahannya, pihak lain menyalahkan pemerintah yang bertindak tidak sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan. Petani dalam hal ini tidah sepenuhnya disalahkan karena petani hanya ingin hidupnya lebih maju, karena kurangnya nbantuan dari pemerintah. Pemerintah juga tidak akan mudah mengalihkan fungsi lahan apabila pengusaha perumahan tersebut tidak menekan dengan hal yang tidak halal.
Wawancara bersama Bapak H. Amir mahfud
Seorang Petani di Daerah Pacet Cipanas, Cianjur
dan Beberapa Petani Sayuran Lain.
Awalnya Bapak H. Amir mahfud salah menentukan waktu tanam. Menurutnya ini tidak akan terjadi jika saja ia mau berguru pada pengalaman petani senior. Pedoman yang dipakai sebenarnya sederhana. Mencari bulan baik untuk mendapatkan hasil panen yang baik atau bulan baik untuk memperoleh harga bagus.
Kalau yang dicari hasil panen baik menurutnya bulan Juli, Agustus, September, Oktober merupakan bulan baik petani, kata H. Amir mahfud yang sudah bergelut selama 20 tahun. Di bulan-bulan itu hasil panen sayuran akan bagus.
“Biasanya petani menanam di akhir harga mahal. Karena mengharap harga tinggi semua kebutuhan tanaman dipenuhi. Kondisi alam pun mendukung,” Papar H. Amir. Akibatnya produksi bias naik 100%. Misal panen tomat biasanya 2 kg per tanaman, naik menjadi 4 kg. Sementara biaya produksi justru bias ditekan sampai 30%-40%.
Agar tomat apat dipanen Agustus, mulai April benih sudah disemai. Bulan kemudian penanaman. Saat panen, kualitas baik tetapi harga memang bukan yang tertinggi. Namun menurut perhitungan H. Amir, petani tetap untung. “Agustus, tomat Rp700-Rp1.000 per kg masih untung,” katanya. Hal sama berlaku pada cabai. “Jual cabai hanya Rp1.500-Rp2.000/kg, biaya masih tertutupi. Apalagi kalau lebih dari Rp2.000, petani untung,” ungkap H. Amir.
Syaratnya semua produk terjual. Menurut pengalaman H. Amir, pemasaran tidak menjadi masalah. “Konsumen suka karena produksi bagus, harga murah. Apalagi musim buah belum masuk, tomat jadi primadona,” ungkapnya. Tomat yang tidak masuk kelas pasar disetor ke pabrik pengolah saus.
***
Pengalaman serupa juga dialami Asep T. Gunawan pada komoditas ubi jalar. Petani ubi pun menikmati panen ubi bagus pada Juli, Agustus, September, Oktober. “Pasti produksinya bagus karena sinar matahari cukup,” kata petani di Cipanas, Cianjur itu. Masa-masa itu petani untung dari segi produksi. Ukuran umbi elative besar sehingga produktivitas rata-rata meningkat. Kulit umbi terang sesuai dengan keinginan konsumen. Agar dipanen bulan-bulan itu, penanaman dilakukan pada bulan April, Mei, Juni dan Juli.
Namun lumrahnya hokum pasar, peningkatan di sisi produksi diikuti dengan kesulitan di pemasaran. Harga pasar becek bias turun hingga Rp400. Ini sebenarnya terlalu murah karena titik impas dicapai pada harga Rp420. Munculnya perusahaan besar yang mampu menampung ubi dalam jumlah banyak, missal Tunas Prospekta, menguntungkan petani. Perusahaan seperti itu biasanya mengikat petani dengan harga kontrak. Di saat pasokan banjir, harga kontrak lebih menguntungkan. Harga relatif stabil, sekitar Rp700.
“Perilaku” berbeda terjadi pada kentang. Bila ingin memperoleh hasil yang baik penanaman dilakukan di awal musim hujan, sekitar September. Di Pangalengan ini diistilahkan dengan kentang ngawuku atau rendengan. Umbi dipanen Desember-Januari. Produksi umbi bagus (25-30 ton) tetapi harga terjual paling rendah.
“Sebenarnya harga kentang Rp2.000/kg petani masih untung,” papar Ir. Wildan Mustofa, seorang petani kentang. Ini dengan asumsi produksi mencapai 27 ton dan 25% kentang apkir. Pendapatan yang diperoleh sekitar Rp50-juta. Padahal modal penanaman hanya Rp35-juta.
***
Hitung-hitungan harga di atas berlaku jika yang dicari adalah produksi bagus. Lain halnya bila harga bagus yang diharapkan. Kalau ingin memperoleh harga tomat mahal, “Tanam bulan November, Desember, Januari. Pas panen di Februari, Maret, April hargadi atas Rp2.00/kg,” ujar Asep T. Gunawan. Padahal biya produksi hanya Rp6.000. “Jual tomat Rp1.000/kg masih untung,” lanjutnya.
Perhitungan Asep bila penanaman dilakukan November, pada desember tanaman mulai dewasa. Saat itu biasanya cuaca tidak bersahabat, ada hujan dan angina besar. Produksi secara umum menurun karena sinar matahari tidak maksimal. Akibatnya pembentukan bungan terhambat bahkan banyak bunga rontok. Serangan hama penyakit pun lebih intensif. Bila petani tidak mampu mengatasinya, “Investasi Rp30-juta hilang,” ujar Asep. Namun bila bias selamat, “Harga pasti bagus,” imbuhnya.
Sementara pada cabai bila ingin mengkejar harga bagus, penanaman dimulai September, Oktober, November. “Kalau kebetulan kemarau, Januari, Februari, Maret akan dating harga cabai di atas Rp5.000-Rp10.000,” kata H. Amir. Bila kemarau panjang berlanjut hingga Oktober, sedikit petani yang berani menanam cabai karena minim air. Penanaman di kemarau akan panen di penghujan. Memasuki musim hujan, biasanya daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur mengalami musibah banjir. Otomatis pasokan cabai dari sentra di Brebes menurun. Yang menanam di daerah gunung juga sedikit karena sumber air kurang. Wajar kalau petani yang sukses menanam di kemarau bakalan meraup untung.
Pada ubi, harga membaik mulai bias dinikmati bila panen di April. Sayangnya hasil penanaman di Desember itu belum bagus. Produktivitas setengah dari panen di Juli. Saat penanaman intensitas sinar matahari rendah karena masih musim hujan. “Kalau musim hujan ubi itu jelek. Bila kekurangan sinar matahari umbi tidak mau besar, ini mesti 4-5 bulan,” papar Asep.
Hal serupa terjadi pada kentang. “Hasil panen hanya 15,20, sampai 25 ton. Umumnya di bawah 20 ton.” Ujar Wildan. Dengan rata-rata produksi 20 ton, petani baru mencapai impas bila harga kentang Rp2.500/kg.