Jenis Ulat Sutera
Ulat Sutera atau Bombyx mori L. merupakan salah satu serangga penghasil sutera. Serangga jenis ini telah dipelihara ribuan tahun yang lalu karena suteranya. B. mori termasuk ke dalam Ordo Lepidoptera, famili Bombycidae.
Dalam sejarahnya, ngengat serangga ini yang waktu mudanya merupakan ulat pemakan daun Murbei telah mengalami domestikasi selama ribuan tahun. Oleh karena itu dalam adaptasinya, ngengat tidak sanggup lagi mempertahankan hidup di alam bebas tanpa campur tangan manusia. Adaptasi yang dialaminya, menyebabkan hilangnya kemampuan terbang ngengat tersebut. Ngengat yang masih hidup liar, warna tubuhnya coklat gelap dengan garis melintang sedangkan ngengat yang telah mengalami adaptasi melalui pemeliharaan manusia warna tubuhnya menjadi lebih terang.
Selain B. mori serangga lain yang menghasilkan sutera yaitu Antheraea paphia yang hidup di negara India, Antheraea pernyii yang hidup di negara Cina dan Antheraea yamami yang hidup di negara Jepang. Ketiga jenis serangga yang disebutkan terakhir itu termasuk Ordo Lepidoptera, famili Saturniidae seperti halnya Attacus atlas L. yang banyak ditemukan di Indonesia. Walaupun demikian produksi sutera dari ketiga jenis serangga yang masing-masing terdapat di negara India, Cina dan Jepang serta serangga “Kupu Gajah” yang ada di Indonesia itu kurang penting dibandingkan dengan sutera yang dihasilkan oleh serangga Bombyx mori L
Ukuran kupu-kupu ulat sutera (Bombyx mori L.) tidak berbeda dengan ukuran kupu-kupu biasa. Sayapnya melebar dengan ukuran 4 cm (jarak dari ujung ke ujung). Sayap berwarna putih kelabu atau putih kecoklat-coklatan. Berbeda dengan kupu-kupu lain, selama hidupnya kupu-kupu sutera tidak makan, meskipun ada yang sampai berusia 2 minggu.
Berdasarkan ras-nya ulat sutera (Bombyx mori L. ) dibagai ke dalam :
1. Ulat sutera ras Jepang
Bertelur banyak dengan siklus hidup yang panjang. Bentuk ulatnya kecil dan kokonnya berwarna kuning atau hijau dan berlekuk di tengahnya.
2. Ulat sutera ras Cina
Ulat dari ras ini peka terhadap kelembaban yang tinggi. Kokonnya berbentuk jorong berwarna putih, kuning emas, kehijauan dan merah jambu. Serat suteranya halus dan mudah dipintal.
3. Ulat sutera ras Eropa
Telur dan ulatnya berukuran besar dengan siklus hidup yang panjang. Kokonnya berukuran besar dengan sedikit lekuk di tengahnya. Warna kokon putih atau kemerahan, serat suteranya panjang. Ulatnya tidak tahan hidup di daerah panas.
4. Ulat sutera ras Tropis
Jenis ras ini hidup di daerah Tropis, tahan terhadap suhu panas dan kokonnya berukuran kecil.
Sekarang ini yang banyak dikembangkan adalah persilangan ras Jepang dengan ras Cina. Kupu-kupu ras Jepang dan ras Cina selain mempunyai keunggulan, juga memiliki kelemahan, namun dengan menyilangkan kedua ras tersebut, kelemahan-kelemahannya dapat dikurangi dan sifat-sifat unggulnya lebih menonjol.
Ciri-ciri ulat sutera ras Jepang antara lain :
· Umur produksinya relatif lebih panjang dibanding ras Cina
· Lebih lemah sehingga lebih rentan terhadap serangan penyakit
· Bentuk kokon seperti kacang tanah
· Kulit kokon tebal, sehingga produksi kokon amat tinggi, lebih tinggi dibandingkan dengan produksi ras Cina.
Ciri-ciri ulat sutera ras Cina antara lain :
· Umur produksinya lebih pendek
· Bentuk kokon bulat
· Kulit kokon tipis, sehingga produksinya lebih rendah dibandingkan dengan ras Jepang
· Daya tahan terhadap penyakit lebih baik.
Daur hidup
Serangga B. mori yang termasuk Ordo Lepidoptera akan mengalami metamorfosis Holometabola artinya perkembangan hidupnya dimulai dari telur kemudian telur menetas menjadi larva dan selanjutnya berubah menjadi pupa yang terbungkus kokon dari sutera dan akhirnya menjadi bentuk serangga dewasa berupa ngengat. Telur B. mori berbentuk bulat lonjong dengan panjang 1,3 mm, lebar 1,0 mm dan Tebal 0,5 mm. Warna telur putih kekuningan, setelah 2 – 3 hari kemudian warnanya akan berubah menjadi titik biru. Jumlah telur setiap serangga betina berkisar 400 – 500 butir.
Telur yang dijual dalam box kecil berisi 20.000 - 22.000 butir dengan berat setiap box 11 – 12 gram. Dalam box tersebut tertulis waktu penetasan telur atau stadium telur yang umumnya berkisar 10 hari, dengan suhu 25o C dan kelembaban 80 – 85 %. Telur menetas menjadi larva yang berupa ulat kecil yang rakus akan daun Murbei. Dalam pertumbuhannya, ulat mengalami beberapa kali pergantian kulit karena kulit tubuhnya seakan–akan hanya untuk membungkus tubuh sampai pada tahap pertumbuhan tertentu. Untuk mencapai tahap pertumbuhan berikutnya diperlukan kulit baru untuk membungkus tubuh ulat yang lebih besar.
Sebelum pergantian kulit ulatnya disebut ulat instar pertama dengan waktu instar berkisar 3 – 4 hari. Kemudian setelah pergantian kulit pertama, ulat memasuki instar kedua dengan waktu instar 2 – 3 hari. Instar ketiga dengan waktu instar 3 – 4 hari dan instar ke empat dengan waktu instar 4 – 5 hari. Instar kelima dengan waktu instar 6 – 7 hari.
Selanjutnya instar pertama, instar kedua dan instar ketiga disebut sebagai ulat kecil sedangkan ulat instar ke empat dan ulat instar kelima disebut sebagai ulat besar. Ulat kecil mudah dibedakan dengan ulat besar karena sifat ulat kecil :
§ Tahan terhadap suhu (28o – 30o C) dan kelembaban (90 – 95 %)
§ Kekurangan pakan pada waktu ulat kecil, menyebabkan ulat mudah terserang hama/penyakit
§ Tidak tahan terhadap pestisida, tembakau dan bau-bauan lainnya
§ Ulat instar pertama dan ulat instar kedua memakan bagian bawah dari daun Murbei yang tidak keras tapi mulai ulat instar ketiga dan seterusnya akan memakan daun dari bagian mana saja.
§ Ulat instar pertama banyak memerlukan air dari daun Murbei sehingga pakannya berupa daun Murbei yang lebih segar.
§ Pada saat ulat akan istirahat nafsu makannya berkurang dan bagian kepalanya atau mulutnya akan mengecil.
Kemudian sifat ulat besar (ulat instar keempat dan ulat instar kelima) :
§ Memerlukan suhu (23o – 25o C) dan kelembaban (70 – 75 %)
§ Suhu dan kelembaban yang melebihi dari kebutuhannya akan mengakibatkan nafsu makan ulat berkurang sehingga ulat mudah tererang hama/penyakit dan menghasilkan kokon yang kecil-kecil serta kadar suteranya berkurang.
§ Memerlukan jumlah pakan daun Murbei yang relatif banyak dan ruang hidup yang lebih luas
Setelah akhir ulat instar kelima terlewati, mulai membentuk pupa yang perubahannya dikontrol oleh hormon yang dihasilkan oleh kelenjar corpora allata. Kelenjar ini terletak di bagian kepala dan apabila kelenjar itu berhenti mengeluarkan hormon maka ulat berubah menjadi pupa yang dimulai dengan memintal sutera mengelilingi tubuhnya. Dalam bentuk pupa tidak tampak gejala hidup namun proses metabolisme masih berjalan terus. Tungkai tambahan yang terdapat pada bagian abdomen ulat menghilang dan pada bagian thoraxnya muncul tiga pasang tungkai baru sebagai gantinya. Selain tungkai pada bagian thorax muncul pula sayap serta organ lain sebagai persiapan menjadi serangga dewasa. Stadium pupa ini berkisar 12 hari.
Perubahan pertama dalam tubuh ulat digunakan untuk melakukan kegiatan pertumbuahan selama berbentuk ulat yaitu terjadi perkembangan ulat kecil menjadi ulat besar yang siap menjadi pupa. Bertambah besarnya ulat ini bukan karena terjadinya pembelahan sel melainkan oleh bertambah besarnya ukuran sel.
Kemudian kelompok sel dewasa melakukan kegiatan penyusunan kembali bagian-bagian tubuh dewasa melalui pembelahan sel. Setelah kegiatan itu, pertumbuhan untuk memperbesar tubuh berhenti melakukan kegiatan dan sel dari tubuh ulat disediakan sebagai makanan bagi kelompok sel dewasa yang sedang menyusun bagian-bagian tubuhnya. Apabila penyusunan bagian tubuh telah lengkap maka ngengat keluar dari pupa dan meninggalkan kokon.
Selanjutnya ngengat betina akan megeluarkan feromone sebagai daya pikat ngengat jantan. Ngengat jantan datang dan bertemu dengan ngengat betina untuk kawin sehingga terjadi pembuahan sel telur. Dari pembuahan ini dihasilkan telur yang akan melanjutkan daur hidup serta melestarikan serangga jenis tersebut karena ngengatnya sendiri tidak dapat bertahan hidup lebih lama.
Pembentukan Sutera
Sutera sebenarnya berasal dari benang-benang atau serat yang dijalin sedemikian rupa oleh ulat menjadi kokon. Fungsinya sebagai pelindung ulat pada saat berubah bentuk menjadi pupa. Dalam bentuk pupa, ulat itu tidak bergerak tetapi masih hidup dan metabolisme masih berlangsung sebagaimana mahluk hidup lainnya. Benang yang telah dijalin menjadi kokon itu diuraikan kembali oleh manusia menjadi benang sutera. Sutera dihasilkan oleh suatu kelenjar dalam tubuh ulat selain memproduksi getah yang berfungsi sebagai perekat yaitu serisin. Benang sutera dan serisin dikeluarkan secara brsamaan melalui lubang yang terdapat di belakang mulut pada saat ulat membentuk kokon.
Pembentukan kokon yang berupa gulungan sutera ini dumulai dengan dilekatkannya benang yang keluar pertama kali ke satu tangkai/benda. Setelah ujung benang itu melekat pada satu tangkai/benda, dengan gerakan kepala yang khas sutera yang masih berada dalam tubuh ulat diulur dan dijalin mengelilingi tubuh sampai rapat.
Sutera dan serisin yang dikeluarkan oleh ulat dalam bentuk serat merupakan protein yang tersusun dari beberapa asam amino seperti alanin, fenil alanin, asam asparat, asam glutamat, glisin, lisin, oksiprolin, prolin, serin dan tirosin. Serisin yang dikeluarkan bersama dengan sutera membuat benang yang berlekatan satu sama lain.
Oleh pengaruh lingkungan luar, lama kelamaan serisin kering sehingga terbentuk kokon yang keras. Sutera dijalin melingkari tubuh ulat itu tidak terputus–putus sampai panjang sekitar 900 m bahkan ada yang lebih panjang lagi.
Pemeliharaan Ulat Sutera
1. Perencanaan Pemeliharaan Ulat Sutera
Perencanaan yang matang bagi suatu usaha mutlak dikaji lebih dahulu agar membuahkan hasil yang diharapkan. Gambaran tentang pemasaran hasil sebaiknya telah dipelajari sehingga pencapaian keuntungan dapat direalisir melalui kelancaran hasil produksi sampai pemasaran.
Tahap pertama yaitu pemilihan lokasi yang mempunyai kesesuaian suhu dan kelembaban yang dikehendaki oleh ulat Sutera. Apabila suhu lingkungan berbeda dengan suhu yang disukai ulat maka ulat akan mengalami gangguan hidupnya sehingga mempengaruhi produksi kokon bahkan dapat menyebabkan kematian.
Suhu udara yang baik untuk pemeliharaan ulat Sutera berkisar 20o – 30o C. Kisaran suhu tersebut biasanya terdapat pada daerah yang mempunyai ketinggian 400 – 800 m diatas permukaan laut.
Kelembaban yang baik bagi perkembangan ulat berkisar 70 – 90 % dan biasanya ditemui di daerah dengan curah hujan sekitar 3000 – 4000 mm/tahun. Dengan kisaran curah hujan seperti diatas kelangsungan hidup dan produktivitas tanaman Murbei untuk menghasilkan daun akan lebih tersedia. Sebenarnya persyaratan lokasi seperti diatas tidaklah mutlak, mengingat tempat lain yang kondisinya tidak sama dengan persyaratan tersebut bukan berarti tidak bisa digunakan sebagai tempat pemeliharaan ulat Sutera. Akan tetapi hasilnya akan berada di bawah angka produksi dari tempat yang memenuhi persyaratan ideal tersebut.
Perencanaan Sarana Pemeliharaan
Pemeliharaan ulat Sutera sebaiknya dilakukan dalam ruangan terpisah / tersendiri misalnya dekat kebun Murbei sehingga penyediaan pakan ulat menjadi semakin mudah. Ruangan diusahakan mempunyai sirkulasi udara yang baik dengan beberapa jendela dan pintu. Melalui jendela dan pintu itulah pertukaran udara dapat diatur dengan lancar. Untuk mengontrol suhu dan kelembaban dalam ruangan dapat dipasang thermometer dan higrometer. Dalam ruang pemeliharaan terdapat rak-rak bertingkat untuk menyusun sasag-sasag tempat ulat. Rak itu dapat dibuat dari kayu atau bambu dengan ukuran 0,6 m x 2 m. Agar ulat yang ada disetiap sasag tidak dimangsa semut atau serangga lain maka setiap kaki rak diolesi oleh oli atau diberi alas kaleng yang diisi oli.
Sasag sebagai tempat pemeliharaan ulat dapat dibuat dengan ukuran 0,6 m x 1m atau 0,6 m x 0,8 m dimana tiap tingkat rak dengan ukuran diatas dapat menampung 3 sasag. Jika 1 rak dibuat 5 tingkat dengan jarak antartingkat 30 cm berarti rak setinggi 1,5 m dengan 5 tingkat tersebut mampu menampung sebanyak 15 buah sasag.
Untuk memlihara ulat dari 1 box telur ( 20.000 telur) dibutuhkan tempat dengan luas sekitar 18 m². Dengan demikian akan dibutuhkan 30 sasag dengan ukuran 0,6 m x 1 meter untuk kebutuhan tempat seluas itu.
Selain ruangan untuk pemeliharaan diperlukan ruangan untuk penyimpanan daun Murbei. Ruangan itu harus mempunyai suhu rendah dengan kelembaban yang tinggi agar daun Murbei yang disimpan tidak mudah layu.
Untuk kebutuhan pemeliharaan ulat dan prasarana yang perlu dipersiapkan adalah :
· Ruangan pemeliharaan
· Ruang daun
· Kotak penetasan ; sapu dari bulu
· Rak
· Sasag
· Jagra (Feeding Stand = stand untuk memudahkan pemberian makan)
· Sarangan pengokonan
· Jaring dari benang/tali
· Gunting Stek ; gunting pemangkas ; sabit ; gergaji pemotong
· Pisau rajang daun murbei
· Alat pengukur temperatur dan kelembaban ruangan
· Kertas Paraffin ; bagor atau kertas alas
· Alat pembersih serabut kokon (flossing)
· Pemanas ruangan
No comments:
Post a Comment